Dalam permainan sepak bola, ada banyak strategi yang dapat diterapkan suatu tim. Ada strategi menyerang dan bertahan. Ada pendek-merapat dan umpan-umpan panjang. Yang tengah naik daun adalah sepak bola pragmatis.
Ikonnya siapa lagi kalau bukan Jose Mourinho, mantan pelatih Inter yang baru saja sukses mengantar Internazionale menjadi kampiun dalam ajang Liga Champion.
Pragmatis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ‘bersifat praktis dan berguna bagi umum; bersifat mengutamakan segi kepraktisan dan kegunaan (kemanfaatan)’. Kata ini merupakan turunan dari pragmatisme, suatu faham dalam ranah filsafat yang yang diperkenalkan Charles Sanders Peirce, seorang filsuf Amerika, pada 1870.
Pragmatisme berasal dari kata 'pragma', artinya ‘tindakan’. Pragmatisme menekankan bahwa antara ide (gagasan) dan tindakan tidak dapat dipisahkan. Suatu ide atau dalil baru akan dinyatakan benar bila dapat ditindaklanjuti (diterapkan) dalam kehidupan. Sebaliknya, kalau tak dapat dirasakan manfaatnya bagi kehidupan, maka ide atau gagasan tersebut tidak benar.
Lebih lanjut, bagi pragmatisme, analisis detail terhadap data empiris (pengalaman) merupakan faktor penting dalam suatu proses.
Jadi, sepak bola pragmatis dapat didefinisikan sebagai cara atau proses yang menekankan strategi yang tepat-guna dan mendetail untuk mencapai suatu tujuan.
Mourinho dikatakan pragmatis karena dua hal tersebut di atas. Dia tak bergantung pada strategi tertentu. Strategi yang dia pakai adalah yang memang diyakininya bermanfaat untuk mencapai tujuan. Kalau memang harus bertahan, ya bertahan. Kalau memang harus menyerang, ya menyerang.
Lalu, dalam prosesnya, ia mempelajari secara mendetail kelebihan dan kelemahan lawan yang akan dihadapi. Ini merupakan bagian dari ciri pragmatisme, yakni analisis detail empiris sang lawan. Hasil yang diperoleh adalah efektivitas: bertahan secara efektif, menyerang secara efektif.
sumber ==> link
Ikonnya siapa lagi kalau bukan Jose Mourinho, mantan pelatih Inter yang baru saja sukses mengantar Internazionale menjadi kampiun dalam ajang Liga Champion.
Pragmatis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ‘bersifat praktis dan berguna bagi umum; bersifat mengutamakan segi kepraktisan dan kegunaan (kemanfaatan)’. Kata ini merupakan turunan dari pragmatisme, suatu faham dalam ranah filsafat yang yang diperkenalkan Charles Sanders Peirce, seorang filsuf Amerika, pada 1870.
Pragmatisme berasal dari kata 'pragma', artinya ‘tindakan’. Pragmatisme menekankan bahwa antara ide (gagasan) dan tindakan tidak dapat dipisahkan. Suatu ide atau dalil baru akan dinyatakan benar bila dapat ditindaklanjuti (diterapkan) dalam kehidupan. Sebaliknya, kalau tak dapat dirasakan manfaatnya bagi kehidupan, maka ide atau gagasan tersebut tidak benar.
Lebih lanjut, bagi pragmatisme, analisis detail terhadap data empiris (pengalaman) merupakan faktor penting dalam suatu proses.
Jadi, sepak bola pragmatis dapat didefinisikan sebagai cara atau proses yang menekankan strategi yang tepat-guna dan mendetail untuk mencapai suatu tujuan.
Mourinho dikatakan pragmatis karena dua hal tersebut di atas. Dia tak bergantung pada strategi tertentu. Strategi yang dia pakai adalah yang memang diyakininya bermanfaat untuk mencapai tujuan. Kalau memang harus bertahan, ya bertahan. Kalau memang harus menyerang, ya menyerang.
Lalu, dalam prosesnya, ia mempelajari secara mendetail kelebihan dan kelemahan lawan yang akan dihadapi. Ini merupakan bagian dari ciri pragmatisme, yakni analisis detail empiris sang lawan. Hasil yang diperoleh adalah efektivitas: bertahan secara efektif, menyerang secara efektif.
sumber ==> link